Samarinda, 7 Mei 2012
Pulang kuliah aku menyempatkan diri untuk pergi ke sebuah rumah sakit bersalin yang tidak jauh dari kost an ku. Biasa aku disana untuk sekedar mengobrol dengan petugas rumah sakit dan bertanya-tanya seputar rumah sakit. Tujuan mataku teralihkan ketika aku mendengar tangisan dari ruang bersalin. Diluar ruangan, aku hanya melihat seorang nenek dan diantar dengan seorang laki-laki. Aku menghampiri mereka dan aku bertanya kepada bapak itu, apakah anak yang baru dilahirkan adalah anaknya? Dia jawab bukan, dan dia hanya mengantar perempuan yang sedang hamil itu ke rumah sakit beserta ditemani oleh neneknya. Aku terkejut. Tetapi aku perhatikan dari raut muka nenek tersebut bukanlah rasa kebahagiaan yang ia rasakan, tetapi kesedihan yang ia tampakan.
Dokter memanggil keluarga pasien untuk melihat bayi perempuan yang baru dilahirkan oleh ibunya. Ia segera dibawa ke ruang perawatan bayi oleh perawat. Disana, aku hanya bisa melihat dari jendela karena aku bukan keluarga dari pasien itu. Aku tersenyum ketika bayi tersebut menangis. Aku duduk di ruang tunggu, ntah apa yang aku pikirkan. Tiba-tiba, perawat membawa ibu yang baru melahirkan itu ke kamar perawatan. Perawat memanggilku untuk membantunya, aku kenakan jas putihku dimana aku juga seorang dokter,namun masih proses menuntut ilmu.
Ketika aku membawanya ke kamar perawatan, ibu itu tersenyum dan mengucapkan 'terimakasih pak dokter'. Sesampainya di kamar yang dituju, aku ikut membantu perawat untuk membantu ibu itu. Setelah selesai, aku duduk di kamar yang ditempati oleh ibu tadi. Aku bilang sama ibu itu, kalau anak perempuannya sangat cantik, dia lucu. Aku menanyakan dimana suaminya, karena aku tidak tahu dan ternyata suaminya telah meninggal ketika ia mengandung 3 bulan. Aku meminta maaf kepada ibu itu karena aku telah menanyakannya. Ibu itu bercerita kalau ia hanya tinggal dengan neneknya, dan ia bukan asli orang samarinda. Mereka orang perantauan dari jawa.
Lupa aku mengenalkan diri, kemudian aku mengenalkan diri kepada Ibu tersebut. Panggil saja wisnu. Aku juga bukan orang sini bu. Kemudian dia juga mengenalkan diri. Ia bernama Ibu Parnia. Beliau masih muda, masih terlihat dari raut wajahnya. Ibu Parniah lahir tahun 1986. Seketika, aku langsung mengingat almarhumah kakakku. Tetapi kakakku sudah meninggal ketika baru dilahirkan. Aku tanya kepada Bu Nia tentang nama anaknya, ternyata ia masih bingung untuk memberi nama anaknya. Iseng aku bertanya,
"Bu, boleh inda kalau anaknya ku beri nama Williyana?",
"Nama tersebut apa artinya dok?", tanya Ibu Nia
"Inda ada arti sebenarnya kalau untuk aku, namun itu punya singkatan yang dimana nama Wi didepannya adalah namaku dan selanjutnya adalah nama perempuan yang aku sukai. Kalau anak ibu yang keluar laki-laki, akan ku beri nama Willy, atau William."
Ibu Nia , "Nama yang bagus,dok",
aku bilang "Tapi bu, kalau ibu punya nama lain, inda usah pakai Williyana lagi. Anggaplah itu sebuah candaan belaka"
Kemudian aku pamit dengan Ibu Nia. Aku berjalan menuju ruang perawatan bayi tadi. Aku lihat nenek dan laki-laki itu sedang duduk di ruang tunggu. Aku meminta agar salah satu dari mereka menemani Ibu Nia di kamar perawatan. Aku keluar dari rumah sakit untuk membeli makan di warung. Selang 15 menit kemudian rasanya aku enggan untuk pulang ke kost an, aku ingin melihat anak bayi itu. Masih terdengar tangisan dari dalam ruang perawatan bayi. Kebetulan disana hanya ada seorang bayi saja. Aku melihat Hp, ternyata ada sms dari 'dia' yang menyapaku "Nu wisnu". Aku telat, karena ia sms dari 1 jam yang lalu. Tapi ia tidak membalasnya dan mungkin sudah beristirahat.
Kaki melangkah meninggalkan rumah sakit, aku pamit dengan petugas disana. Baru sampai kost an membuka sepatu tiba-tiba aku mendapat sms dari perawat rumah sakit, ia memberitahukan bahwa pasien tadi yang kita antarkan ke kamarnya sudah meninggal. Aku kaget dan tanpa menghiraukan apapun aku kembali ke rumah sakit itu. Aku dipanggil oleh abang (Kakak tingkat paling tua, ia berasal dari Medan) karena aku berlari seperti orang kesetanan. Untung ia baik dan mau mengambil tas dan buku yang aku tinggalkan didepan pintu rumah. Sampai rumah sakit, aku langsung pergi ke kamar Ibu Nia, dan disana sudah tertutup wajahnya dengan selimut. Rasanya tidak percaya, baru tadi aku mengobrol dengannya.
Aku kembali ke kamar perawatan bayi, aku melihat anak dari Ibu Nia sedang tertidur. Kemudian aku meminta izin untuk masuk keruang perawatan bayi, aku mengenakan masker dan baju khusus. Aku duduk membawa kursi dan terus memandanginya. Ia sangat lucu, cantik, rambutnya lebat.
"Ade yang kuat ya, mamahnya sudah inda ada. Dibawa sama Bapak dan Tuhan. Ade kalau besar, harus jadi perempuan yang tegar juga nurut dengan nenek"
Aku yang cengeng, aku nangis karena tidak tega melihat anak ini. Aku masih beruntung waktu itu, sekalipun ibuku meninggal ketika melahirkanku setidaknya ada sosok bapak yang melindungiku. Akhirnya, aku memutuskan untuk pulang dan berharap ade bayi ini bisa menjalani hidup penuh dengan kekuatan. Tapi, mataku tertuju dengan nama bayi perempuan ini. Setelah aku bertanya dengan perawatnya dan melihat data-datanya ternyata Ibu Nia mengikuti permintaanku tentang nama anaknya dan perawat bilang setelah aku pergi dari ruangan tempat Ibu Nia dirawat, ia memanggil petugas untuk memberikan nama Williyana.
Di box bayi aku melihat nama dan tanggal lahir
An. Esa Williyana Meidianti
Samarinda, 7 Mei 2012
Ya Tuhan, aku benar-benar tidak tega meninggalkan anak ini. Aku berharap, Tuhan bisa melindungi dan menjaganya, sampai ia beranjak dewasa nanti. Mungkin ade ini akan dibawa ke tanah kelahiran ibunya di jawa, namun aku lupa menanyakan jawa bagian mana. Mungkin nanti aku bisa menanyakannya ke bagian ruang anak tentang data-data dari keluarga pasien ini.
Esa Williyana Meidianti, kakak berharap bisa bertemu dengan kamu de ketika 16tahun kemudian. Anak yang tegar dan semoga kamu bisa mendapatkan cita-cita yang kamu inginkan nanti.
Amin.....
Tuhan bersamamu Ibu Parnia, perjuanganmu berganjarkan surga Tuhan.
Amin.....
Aku menulis ini bagaikan mimpi, yang baru saja aku alami. Perjuangan untuk melahirkan anak, berujung dengan kematian. Aku berdo'a untuk para ibu yang berjuang disana.
Salamku
Christopher Leuwis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar